Kamis, 29 Oktober 2009

Hamas Imbau Rakyat Gaza Tak Ikut Pemilu

0 komentar
By Republika Newsroom
Kamis, 29 Oktober 2009 pukul 13:08:00

GAZA--Menteri Dalam Negeri Palestina dari Faksi Hamas mengimbau rakyat Palestina di Jalur Gaza untuk tidak mengikuti pemilu yang dirancang oleh Presiden Palestina dari Faksi Fatah, Mahmoud Abbas. Ia menyatakan bahwa pemilu tersebut tidak disetujui oleh Hamas dan ilegal.

"Pemerintah di Jalur Gaza menolak rencana pemilu di Jalur Gaza karena rencana tersebut tidak disetujui dan dirancang oleh presiden yang masa kepemimpinannya telah habis," kata Ehab Al-Ghsain, juru bicara kementerian dalam negeri Palestina, seperti dilansir BBC.

Al Jazeera memberitakan, Ghsain mengatakan para pejabat di Gaza telah diinstruksikan untuk tidak bekerja sama dengan Abbas menyelenggarakan pemilu.

"Segala jenis persiapan, komite, dan pengumpulan identitas akan dianggap sebagai tindakan ilegal dan akan kami tindak," katanya.

Ghsain juga mengatakan bahwa Komisi Pemilu (CEC) yang sekarang, yang memiliki lima kantor di Gaza, tidak lagi memiliki wewenang untuk mempersiapkan pemilu sejak faksi-faksi di Palestina, termasuk Hamas dan Fatah, telah menyetujui membuat sebuah lembaga yang baru untuk menggantikan komisi tersebut.

Meskipun demikian, Salih Rafat, seorang pejabat senior di Organisasi Pembebasan Palestina (PLo), mengatakan kelompoknya masih berharap bisa membujuk Hamas untuk berpartisipasi dalam pemilu tersebut.

"Pemimpin memanggil seluruh negara Arab untuk mendukung Hamas mengikuti pemilihan ini," katanya kepada AFP.

Sebelumnya, Abbas menyatakan akan mengeluarkan dekrit yang menyatakan pemilu presiden dan pemilu parlemen akan diadakan pada 24 Januari, akan tetapi pernyataan yang muncul Rabu (28/10) lalu, mengatakan bahwa Abbas tidak berhak untuk mengeluarkan dekrit tersebut.

Pemilu tersebut diadakan setelah Hamas menolak untuk menandatangani draft pakta rekonsiliasi dengan Fatah, yang sebelumnya direncanakan pada jadwal awal pemilu, yakni 28 Juni 2010. Fatah dan Hamas mulanya menjalankan pemerintahan bersama-sama setelah Hamas memenangkan pemilu 2006 silam. Akan tetapi setelah kebuntuan politik di antara keduanya, pejuang Hamas memaksa Abbas dan pengikutnya keluar dari Jalur Gaza pada 2007.

Abbas sendiri merespons tindakan tersebut dengan meninggalkan pemerintahan gabungan Fatah-Hamas dan membuat Palestina saat ini diatur oleh dua pemerintahan yang terbagi menjadi dua wilayah. Kemudian, Mesir berusaha untuk menjadi penengah untuk menggalang rekonsiliasi antara keduanya.

Tanggal 24 Januari yang ditentukan Abbas merujuk pada masa empat tahun setelah pemilu 2006 yang menghasilkan Dewan Legislatif Palestina. Abbas terpilih menjadi Presiden Palestina pada 9 Januari 2005 silam dengan masa jabatan selama 4 tahun.

Pemerintah Palestina memperpanjang masa jabatannya selama setahun sehingga pemilu presiden dan pemilu parlemen Palestina bisa dilangsungkan bersamaan, sesuai dengan undang undang dasar Palestina. Akan tetapi Hamas menolak perpanjangan masa jabatan Abbas tersebut. Mereka juga tidak mengakui dia lagi sebagai presiden Palestina yang sah. nan/taq

0 komentar: