Kamis, 29 Oktober 2009

Perjuangan Perlawanan; Fase Baru Palestina

0 komentar

Dr. Ibrahim Hamami

Pengumuman Mahmod Abbas soal jadwal pemilu Palestina menandai berakhir sebuah fase. Kini tiba fase mereka yang menentang perundingan damai dengan Israel.

Hamas praktis menjadi benturan tahan lama bagi Abbas, bukan karena bisa menguasai Jalur Gaza, tapi kotak pemilu yang bebas bersih menambah legalitas politiknya setelah berhasil melakukan revolusi jihad. Setelah saham pembuat kesepakatan Oslo habis dan program mereka yang didasarkan kepada “kehidupan adalah perundingan” terbukti gagal, tokoh Otoritas Palestina berusaha menciptakan sikon untuk menjamin Hamas dan kekuatan perlawanan bisa disingkirkan yakni melalui pemilu.

Namun pemilu kali ini hasilnya sudah diprediksi; yang memihak kepada kepentingan Abbas dan timnya. Bisa dengan cara menekan langsung para pemilih dengan cara “dilaparkan” kemudian disuap atau menyingkirkan tokoh dan partai pilihan mereka.

Pengumuman Abbas bukan datang tiba-tiba, tapi sudah disiapkan.Otoritas Abba selama ini menunda-nunda tema dialog dan rekonsiliasi serta tidak komitmen pada kesepakatan pembebasan tahanan politik. Bahkan mengejar dan menangkapi serta membunuh aktivis pejuang di Tepi Barat, seperti di Qalqiliyah. Termasuk menyingkirkan semua pihak yang mengkritiknya. Pada saat yang sama, Mesir sebagai mediator tidak melakukan intervensi menekan Abbas.

Kini Otoritas Palestina meneraju untuk rekonsiliasi dan minta percepatan tandatangan. Pemerintah Mesir juga tergesa-gesa menyalahkan pihak lainnya yang tidak tandatangan terhadap draft rekonsiliasi yang berisi sepenuhnya gaya Oslo yang mengalah kepada Israel dan menyerahkan referensi kepada Abbas.

Dekrit dan rekonsiliasi

Harus ditegaskan, Abbas sudah habis masa jabatannya dan kehilangan legalitas setelah habis masa jabatannya awal tahun ini. Ia menerima perpanjangan periode dari negara-negara Arab melalui keputusan Menlu-menlunya, bukan melalui hukum dan undang-undang dasar Palestina. Sehingga dekrit pemilu Abbas kali ini hanya keputusan pribadi yang dipaksakan oleh kekuasaan bukan hukum dijadikan alasan. Nyanyiannya soal “vacum politik” “kompensasi konstitusi”, tentu jika asumsinya Palestina negara merdeka yang tidak dijajah hanya sekedar pengecoh sebab ia sudah membuang jauh-jauh UU Palestina.

Abbas tidak layak bicara soal hukum sebab ia berkali-kali melanggar hukum dan mempermainkannya. Inilah sebagian contohnya:

- Upayanya melanjutkan referendum yang tidak ada dasar hukumnya pada musim panas 2006 menerapkan piagam tahanan yang bertujuan hanya memperoleh pengakuan Israel.
Ini bertentangan dengan UUD Palestina pasal satu dimana ia tidak memiliki wewenang untuk itu.

- Selalu menyerukan pemilu dini padahal secara hukum Abbas atau lainnya tidak boleh membubarkan parlemen. Periode parlemen legislative sudah ditegaskan dalam undang-undang yakni empat tahun.

- Membentuk pemerintah darurat musim panas 2007. Padahal dalam UUD Palestina tidak ada pemerintah darurat. Wewenang presiden hanya megumumkan kondisi darurat dengan syarat yang ketat yakni pemerintah yang ada mengontrok kondisi darurat selama 30 hari saja kemudian presiden menyerahkan kepada parlemen. Artinya Abbas tidak memiliki wewenang mengumumkan pemerintah darurat meski hanya sejam.

- Januari 2009 masa jabatan presiden Abbas sudah berakhir. Namun ia tetap bertahan di jabatannya.

Namun apa kepentingan Abbas mengumumkan dekrit pemilu?

Tujuan utamanya adalah menjauhkan Hamas dari lingkaran politik Palestina melalui kotak pemilu. Namun tujuan lainnya adalah; mengharamkan dan mengkriminalitaskan perjuangan perlawanan bersenjata terhadap Israel dengan berbagai bentuknya; berdasarkan satu otorita, satu senjata yakni senjata keamanan yang dipantau Dayton.

Selain itu Abbas ingin memperoleh legalitas ilutif setelah kehilangan legalitas dan popularitas. Sebagian besar anggota Fatah tidak mengakui konferensi Bet Lehem, PLO tidak mempresentasikan siapapun, dan Otoritas Palestina dipimpin oleh presiden yang habis masa jabatannya secara hukum.

Ditambah lagi popularitas Abbas sudah jatuh setelah berkali-kali sikapnya bekerjasama dengan Israel, menunda laporan Goldstone. Public sudah menekan Abbas.

Karenanya, Abbas ingin mendapatkan legalitas melalui pemilu.

Lampu hijau dari Amerika

Tidak mungkin Abbas melakukan langkah yang merepotkan Palestina ini kecuali setelah ia memperoleh lampu hijau dari Amerika dan Mesir yang berusaha menguasai keputusan Palestina.

Berikut di antara buktinya:

* Amerika menolak draft rekonsiliasi Mesir dengan isi dan redaksi aslinya yang kemudian diganti dengan permintaan Tim Kuartet.

* Media-media nasionalis Mesir menyerang kelompok perlawanan bersenjata Palestina secara umum dan Hamas secara khusus.

* Sejumlah statemen di kementerian luar negeri Mesir dan kepresidenannya yang menegaskan bahwa draft rekonsiliasi untuk ditandatangani bukan untuk didiskusikan.

* Khutbah Mahmod Habbas, salah satu menteri Abbas di shalat jumat yang menuding pimpinan di Jalur Gaza membunuh Umar bin Khattab; maksudnya Iran dan Syiah.

Kepentingan Mesir

Mendukung Abbas dan menuding Hamas sebagai telah menggagalkan rekonsiliasi hanyalah kepentingan Mesir semata. Serentetan kegagalan pernah dilakukan Mesir dalam memecahkan dan memberikan terobosan solusi internal Palestina. Padahal Qatar berhasil menyelesaikan masalah internal Libanon. Mesir juga gagal menyelesaikan masalah pertukaran tawanan. Padahal Jerman berhasil dalam waktu yang sangat singkat. Sementara dalam masalah Al-Quds, Turki berhasil menjadi mediasi.

Kenapa Mesir menggagalkan rekonsiliasi? Sayangnya, masalah konflik Saudi dengan Suriah misalnya terselesaikan namun Mesir tidak suka. Mesir mengalami krisis internal soal pewarisan kekuasaan, penentangan terhadap pemerintahan dan popularitas rakyat kepada rakyat Palestina. Terungkapnya keterlibatan Mesir dalam blokade Gaza dan melarang masuknya bantuan atau bahkan melarang solidaritas asing ke sana. Mesir ditekan oleh Amerika melalui program bantuan.

Fase baru

Apa yang terjadi sekarang ini adalah hasil dari kesepakatan Oslo yang mengubah penjajah Israel menjadi partner dan dibebaskan dari tanggungjawabnya sebagai penjahat dan penjahat, diberi legalitas atas kejahatannya, menciptakan antek dan agen dengan mengatasnamakan jabatan resmi pemerintahan.

Faksi-faksi perlawanan Palestina tidak boleh hanya sekedar mengecam dan menolak. Namun harus mengambil sikap tegas terhadap Otoritas Palestina dan para pendukungnya. Sikap tegas yang menegaskan besarnya konspirasi yang ingin menghapus Palestina dan hak-haknya.

Fase baru akan melukis wajah Palestina hari ini dan akan membedakan antara kubu; “muqaawil” (petualang politik) dan “muqaawim” (pejuang perlawanan yang komitmen atas hak-hak Palestina). Fase ini akan membutuhkan rentetan perjalanan panjang.

Otoritas Palestina hari ini menjadi beban tak terperikan bagi Palestina. Harus dipikirkan cara serius menghentikannya dan kembali kepada inti konflik saat ini yakni penjajahan dan bangsa yang terjajah yang melakukan perlawanan politik dan bersenjata untuk memperoleh hak-haknya. (bn-bsyr)

0 komentar: